Kami ibarat anak ayam mati di lumbung. Kiasan itu langsung muncul di pikiran saya setelah menyimak berita media akhir-akhir ini tentang razia untuk pemandu wisata lepas alias tour guide freelance. Razia, sweeping, entah apa lagi istilah lain yang dipakai aparat penegak aturan di pulau tercinta ini.
Para pemandu lepas dengan mobil tanpa izin pariwisata dirazia petugas. Mereka mendakwa mobil tanpa izin tidak boleh bawa tamu atau turis dalam perjalanan wisata di Bali. Sekilas tidak ada yang salah. Para aparat dengan baju dinas lengkap dan muka galak merazia guide freelance.
Tapi, pernahkah para aparat berpikir memberikan solusi tidak cuman sanksi. Memberikan jalan keluar, bukan cuma hukuman. Toh, mereka bukan penjahat yang harus dihakimi sampai ke meja hijau.
Sedih, kebanyakan para guide freelance adalah putra daerah ini juga. Mereka melakukan perkerjaan ini seperti orang-orang lain dengan profesi dan bidang masing-masing. Paling tidak dengan profesi ini dapat membantu pemerintah mengurangi pengangguran di pulau tercinta ini sekaligus memutar roda kehidupan buat keluarga meraka.
Pulau Bali sangat termasyhur sebagai salah satu tujuan wisata baik lokal maupun internasional. Bahkan, pulau ini sempat mendapat sampai 22 penghargaan kepariwisataan dunia dan beberapa kali terplih menjadi The Most Exotic Island in The World. Luar biasa.
Industri pariwisata juga berkembang sangat pesat. Pariwisata menjadi ujung tombak pendapatan daerah. Kue pariwisata sangat menggoda. Penikmat pariwisata Bali adalah pemain-pemain besar, sepeti pemilik hotel, bar, restoran, vila, dan semacamnya.
Menurut survei, aset-aset besar itu lebih banyak dimiliki pemilik modal dari luar Bali. Kebanyakan putra daerah hanya sebagai penonton budiman. Putra daerah duduk manis mengharapakan lowongan pekerjaan di bekas pekarangan mereka yang sudah disulap menjadi hotel bintang lima. Ironis!
Bali begitu indah, memesona, dan dikagumi di seluruh dunia. Karena apanya? Apakah karena pejabat pemerintahnya yang bebaju keren dengan mobil mentereng? Karena keindahan alamnya yang cantik dan memesona?
Kalau Bali terkenal karena alamnya, masih banyak tempat lain yang jauh lebih indah dari Bali. Bali justru dikenal karena keramahtamahan orang-orangn dan budayanya. Orang-orang Bali yang mempertahankan budayanya di deras pekembangan zaman dan kompetisi hidup yang semakin tajam. Dilematis.
Budaya Bali akan tetap ajeg dengan penerus budaya Bali masih berada di sekitarnya. Menangkapi mereka di setiap pojok jalan di tempat wisata sungguh sebuah ironi dan sangat tidak berbudaya. Kami guide freelance bukan penjahat!
Memang, jika mengikuti Peraturan Daerah (Perda) nomoro 10 tahun 2001, kendaraan pribadi tidak boleh dipergunakan sebagai angkutan wisata. Demikian pula dengan Perda nomor 5 tahun 2008 tentang Pramuwisata. Tapi pernahkah mereka memberikan solusi dengan adanya perda itu? Misalnya, dengan memberikan informasi yang jelas mengenai ketersediaan izin wisata bagi kendaraan angkutan.
Kami sebagai bagian dari pulau tercinta ini berhak menikmati kue pariwisata. Selama ini kami hanya sebagai obyek. Kami tidak minta banyak dan jangan hanya bisa memberikan sanksi. Berikan kami solusi. Kami bukan penjahat yang harus diadili.
Perlu pendekatan persuasif dan transparan serta pelatihan tentang pramuwisata. Pemerintah harus membuka peluang kerja baru bagi pramuwisata. Sekali-sekali, berpihaklah pada rakyat kecil bukan hanya pada pemilik modal besar. Aparat terkesan membiarkan yang ilegal beroperasi seperti biasa dan menjadikan mereka lahan praktik-praktik kolusi dan pungli.
Keberadaan guide freelance ini tidak lepas dari ketidakberesan sistem yang berlaku. Mereka sengaja dipelihara. Ujung-ujungnya, mereka jadi ajang kolusi dan pungli bagi oknum aparat. Dengan membiarkan kondisi seperti ini maka petugas memberikan ruang gerak bagi mereka sekaligus menjadi ladang bagi praktik pungli.
Apakah ini kesengajaan? Tanyakan pada rumput yang bergoyang. [b]